renungan kristen
Hidup ini singkat, Pergunakanlah!
Mazmur 90:1-12
Pdt. Yusnianto Demmattayan, S.Th.
Kematian orang tua yang kita kasihi ini sekali lagi mengingatkan keterbatasan dan kefanaan manusia. Bahwa Hidup manusia adalah hidup yang terbatas waktu. Kita memang tidak tahu berapa lama kita akan hidup sebab Lama hidup manusia memang tidak ada yang sama dan juga kita tidak tahu bagaimana kita akan meninggal, secara wajarkah atau malah secara tragis sebab cara matinya setiap orang memang juga seringkali berbeda-beda. Kita tidak tahu tetapi hanya satu hal yang pasti: cepat atau lambat, wajar atau tidak pada akhirnya setiap orang akan mati.
Berdasarkan bacaan firman Tuhan saat ini dikatakan, “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun”. Di sini bukan hendak mengatakan bahwa usia manusia sama, antara 70-80. Tidak juga dikatakan bahwa berdasarkan garis tangannya*) Bapak (i) A umurnya sampai sekian tahun, dan Bapak B umurnya sekian tahun. Maka itu artinya tidak seorangpun yang tahu kapan ia akan meninggal. Banyak orang yang sudah lama sakit-sakitan namun masih tetap hidup sampai saat ini tetapi sebaliknya banyak juga yang sehat-sehat saja, tiba-tiba membuat kita kaget. Bahkan paramedis yang ditunjang dengan ilmu pengetahuan dan tehnologi ternyata banyak kali keliru dalam memberikan kesimpulan.
Jadi kalau dikatakan , “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun”. adalah masa hidup rata-rata manusia. Tentu saja banyak orang yang usianya / masa hidupnya kurang dari 70 tahun, akan tetapi tidak sedikit juga yang lebih dari 80 tahun. Kalau kita coba hitung-hitungan dengan yang dapat kita perbuat dan selesaikan selama masa hidup kita, kita hanya menemukan bahwa dalam rentang waktu 70 ataupun 80 tahun tersebut apalagi bila kurang dari itu tidak banyak yang dapat kita perbuat.
Secara umum manusia dan secara garis besar perjalanan hidup manusia dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) tahapan dan tiap tahapan ditandai dengan tiga peristiwa: 1. Lahir, bertumbuh dan belajar, 2. menikah selanjutnya punya anak/keturunan dan bekerja selanjutnya 3. pensiun (mulai lemah secara fisik) dan mati.
Menarik bahwa hidup manusia diandaikan seperti hanya mimpi ataupun rumput. Rasanya mimpi dan rumput inilah yang paling tepat untuk menggambarkan hidup manusia. MENGALAMI sebuah mimpi seolah-olah kita telah melewati sebuah jalan yang panjang. Sering kali seperti sebuah kaleidoskop yang diputar ulang sampai bertahun-tahun dibelakang, di dalamnya tergambar segala sesuatu yang seringkali terlalu nampak nyata dari kehidupan ini, namun kenyataannya itu hanyalah mimpi dan waktu yang habis hanya sekian menit saja. Demikian juga dengan rumput, yang hidupnya hanya sesaat saja, karena itu dikatakan, “Di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu”. Hidup ini seperti mimpi atau masih lebih baik bila seperti rumput yang bertumbuh. Sedangkan manusia sendiri disebut sebagai “debu” yang ketika mati digambarkan sebagai kembalinya debu kepada asalnya. Bila debu jatuh di suatu tempat, kemudian diikuti angin ataupun air, lenyaplah debu itu. Begitulah manusia dan hidupnya, seperti mimpi, rumput dan debu. Hidup sesaat dan kemudian habis lenyap! Kesimpulannya adalah hidup manusia singkat adanya.
Sidang perkabungan yang kekasih, tentu harapan kita adalah agar hidup ini walaupun singkat, hari-hari yang kita lalui penuh dengan keceriaan, kebahagiaan dan sukacita serta berbuah-buah. Akan tetapi yang kita alami seringkali justru lebih banyak penderitaan, dukacita dan penuh kesengsaraan. Ini bukan berarti bahwa kita tidak mensyukuri hidup yang Tuhan berikan kepada kita. Di dalam hidup yang Tuhan beri ini, Tuhan telah memberikan kepada kita banyak hal: Ia telah memberikan keluarga kepada kita; memberikan sahabat-sahabat; memberikan anak-cucu; memberikan orang tua; kakek nenek; menyediakan berbagai keperluan untuk hidup kita dan memberikannya melalui kerja dan upaya kita berdasarkan kekuatan dari pada-Nya, walau dengan peluh yang mengucur di sekujur tubuh kita, dlsb. Kita bersyukur atas itu semua. Namun di lain pihak kita tidak dapat mungkir dari kenyataan bahwa hidup inipun selalu diwarnai dengan penderitaan seperti kembali nyata bagi kita menimpa keluarga kekasih kita di tempat ini dimana telah terpangilnya orang tua kekasih.
Sebagai mahluk yang terbatas dua sisi kenyataan hidup ini penting untuk kita pahami. Bahwa hidup ini tidak selalu diwarnai dengan keceriaan kebahagiaan dan sukacita, ibarat dua sisi mata uang. Seringkali juga diwarnai dengan dukacita, penderitaan dan kesengsaraan hidup. Itu adalah kenyataan hidup di dunia yang masih dikuasai oleh dosa seperti juga diakui oleh pemazmur.
Namun apakah kita dalam situasi dan kondisi tenang ataupun juga dalam kondisi kurang baik, entah dalam suasana sukacita entah duka cita, yang terpenting adalah bagaimana sikap kita atas setiap peristiwa yang terjadi itu? Dari Setiap peristiwa yang kita alami, kita harus memetik hikma di baliknya. Demikian juga peristiwa kematian. Bila peristiwa kematian ini mengingatkan kita bahwa hidup ini hanya untuk sementara, dan bahwa hidup ini singkat saja. Maka harus menjadi pengajaran bagi kita, agar hidup yang sementara dan singkat ini menjadi bermakna dan juga membuat kita lebih bijaksana dalam hari-hari selanjutnya.
Saudara-saudara kekasih Tuhan
Konsekuensi hidup manusia yang berdosa adalah hidup yang dipenuhi beban permasalahan. Permasalahan hidup itu sudah menjadi bagian dari hidup itu sendiri. Maka tidak ada seorangpun yang hidup tanpa masalah. Masalah hanya berakhir justru ketika kita tidak lagi hidup. Tidak terkecuali juga bagi orang percaya yang masih hidup di dunia ini. Yesus berkata, “setiap orang yang mau mengikut Aku ia harus menyangkal diri, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku”. (Lukas 9:23). Yesus memahami kenyataan hidup manusia, tetapi walaupun begitu, Ia tidak menyuruh kita untuk mencari-cari masalah dan segala bebannya. Ia juga tidak menyuruh kita untuk menjauhi permasalahan itu. Menghadapi salib-Nya Ia berseru kepada bapa, “Bapa, sekiranya mungkin biarlah cawan ini lalu daripada-Ku, tetapi bukan kehendak-Ku ta yang jadi kehendakmulah.”
Ia mau mengingatkan kita supaya betapapun beratnya beban kehidupan kita itulah yang harus kita pikul, dan kita jalani hidup ini dengan suka-cita. Sebab menjalani hidup dengan sukacita membuat beban yang walaupun berat itu menjadi lebih ringan. Dan yang terutama adalah supaya kita mau berserah diri kepada Dia yang memberikan hidup ini, di lain waktu Ia mengajak kita untuk datang kepada-Nya, “marilah kepada-Ku semua yang letih lesuh dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.” Menjalani hidup dengan sukacita bukan berarti agar kita agar kita lengah dan melupakan segala tanggung jawab dan tugas kita, melainkan dalam kehidupan yang sedemikian itu kita tetap waspada, kembali Yesus mengingatkan kita agar kita berjaga-jaga, karena itu berjaga-jagalah setiap detik setiap waktu.
Saudara-saudara: Kita tidak mungkin mengulang setiap detik hidup yang telah lewat. Apa yang kita kerjakan hari ini, akan menentukan hidup kita hari esok. Dalam hal ini berlaku hukum tabur-tuai: “Bila kita menyia-nyiakannya akan membawa penyesalan, bila kita mempergunakannya dengan baik, kita akan menuainya dalam hidup masa depan”. Sebab itu hidup kita ini harus dimanfaatkan. Paling tidak bermanfaat untuk hidup kita sendiri sehingga tidak menjadi beban bagi orang lain. Tetapi sebisa-bisanya, bermanfaat bagi pihak lain terutama kepada Tuhan. Marthin Luther, Tokoh Reformasi Gereja pernah berkata, “Andai kata besok dunia kiamat saya akan tetap menanam apel (hari ini)”. Ungkapan lain yang lebih populer yang sejajar dengan pernyataan Luther mengatakan, “hiduplah seakan-akan mau mati hari ini”. Ungkapan-ungkapan ini mengajak kita supaya kita mempergunakan setiap waktu yang masih diberikan kepada kita. Pergunakanlah waktu yang ada setiap detiknya sebab hidup ini singkat saja. Dan Hidup yang singkat ini adalah kesempatan untuk melayani Tuhan. (Bisa diselingi dengan Nyanyian: Hidup ini adalah Kesempatan)
Segenap keluarga yang terkasih, Kematian orang tua kekasih kita juga menyadarkan kita bahwa sesungguhnya kita tidak dapat terlepas dari Allah yang kekal dan tidak terbatas waktu dan tempat itu. Kita membutuhkan perlindungan-Nya, Dialah tempat kita berteduh, menguatkan saat kita lemah dan menghibur pada saat kita berdukacita. Yaitu Allah yang telah ada sejak semula sesuai kesaksian firman Tuhan, sebelum dunia diciptakan dan akan tetap ada sampai pada kesudahan segala sesuatunya. Dialah yang menjadi tempat perlindungan segala mahkluk untuk selama-lamanya.
Dan Dialah Yesus Tuhan kita, telah mengalahkan maut di atas bukit Golgota mencurahkan darah-Nya dan memberikan hidup-Nya supaya kita hidup. “Hai maut…,” kata Rasul Paulus atas kemangan Kristus, “….dimanakah sengatmu?”, demikian juga kita harus yakin bahwa maut sudah tidak berdaya lagi.
Sebagai manusia adalah wajar mengekspresikan segala perasaan kita termasuk saat kita harus berdukacita. Namun sebagai orang percaya agar kita jangan larut dalam dukacita ini. Berdukacitalah sebagai orang yang percaya, meyakini dan berpengharapan dengan sungguh bahwa jika Kristus telah bangkit untuk hidup manusia, maka kelak orang tua kekasih kita yang telah meninggalkan kita ini akan dibangkitkan pula dari kematian kepada hidup yang kekal.
Akhirnya, benar bahwa orang tua kita tidak menugkin dapat kita lihat dan hidup bersama-sama dengan kita secara fisik di dunia ini. Namun saudara-saudara, anak-cucu, handai taulan dapat menghidupkan cara hidupnya dengan mencontoh teladan-teladan yang baik yang telah dia wariskan dalam sepanjang masa hidupnya di masa lalu. Tentu harapan orang tua kekasih terhadap semua anak-cucu supaya mereka saling peduli dan saling mengasihi, perbuatlah itu sebagai tanda kasih kepada Alm.(h). orang tua kekasih kita. Amin
Komentar
Posting Komentar