Renungan Kristen: Persatuan, Kemerdekaan dan Pandemi covid 19

Persatuan, Kemerdekaan dan Pandemi 
Mazmur 133
Oleh: Pdt. Yusnianto Demmattayan

    Hari ini kita masih dalam suasana perayaan hari kemerdekaan RI ke 75. Pada perayaan hari kemerdekaan tahun ini ada banyak yang berbeda dengan perayaan kemerdekaan sebelumnya, terutama karena kita, seluruh umat manusia di seluruh dunia sedang menghadapi pandemi virus korona, maka perayaan termasuk upacara nasional dilaksanakan secara virtual. Perbedaan itu semakin nampak ketika kita mengikuti di TV bagaimana pelaksanaan pengibaran berdera yang hanya dilakukan oleh tiga orang PASKIBRA padahal biasanya oleh ratusan PASKIBRA. Begitu juga ketika  kita mengarahkan perhatian kita ke kalangan masyarakat. Perlombaan-perlombaan rakyat yang selama ini sudah menjadi tradisi sebut saja salah satunya yang sudah identik dengan perayaan 17 agustusan adalah lomba panjat pinang kini dalam perayaan ke 75 ini ditiadakan. Padahal animo masyarakat untuk merayakan hari kemedekaan amat besar mengingat sudah tiga perempat abad kita merdeka.
 
    Lihat saja ketika Bank Indonesia mengeluarkan uang pecahan tujuh puluh lima ribu rupiah (Rp. 75,000,-), orang rela antri baik secara daring maupun luring untuk memperoleh pecahan Rp. 75.000,- tersebut, bahkan ada yang  rela membeli uang tersebut dengan harga ratusan ribu sampai jutaan rupiah. 
Memang kita patut bersyukur dan merayakan hari kemerdekaan ini. Kemerdekaaan yang telah kita peroleh ini tidak turun begitu saja dari langit, walaupun kita tahu dan mengakui bahwa kemerdekaan ini adalah pemberian Tuhan namun dibutuhkan perjuangan yang gigih dari seluruh rakyat Indonesia untuk dapat meraih kemerdekaan itu, tanpa perjuangan tidak ada kemerdekaan. Tuhan tentu melihat niat yang tulus, yaitu suatu motivasi yang mendorong nenek moyang bangsa Indonesia dalam perjuangan itu. Niat tulus itu kemudian ditorehkan dalam UUD 45 dalam sebuah kalimat, “keinginan luhur…… untuk mewujudkan masyarkat adil makmur” Dengan niat yang tulus itu Allah memberkati dan mengaruniakan kemerdekaan kepada kita.

    Kalau begitu apakah orang Indonesia baru berjuang pada tahun 1945? Tentu saja tidak, sejak Belanda, Potugis dan Bangsa Jepang secara berganti-gantian menginjakkan kaki di bumi Nusantara, yaitu selama 300 tahun  dalam kurun waktu   tahun 1602 sampai tahun 1905, rakyat terus berjuang dan mereka berjuang dengan gigih bahkan sampai mengorbankan jiwa dan raga, persoalannya adalah mereka berjuang secara sendiri-sendiri, kemudian nanti pada tanggal 28 oktober 1928, pemuda-pemuda Indonesia mengikat seluruh rakyat Indonesia. Dengan mengikrarkan suatu sumpah yaitu sumpah pemuda yang berisi pernyataan satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa, Indonesia. Dengan ikrar ini mereka menyadari kesamaan nasib yang mempersatukan mereka untuk meraih tujuan bersama yaitu kemerdekaan.
 
    Maka pada tangga 17 Agustus 1945 Indonesia meraih impiannya yaitu kemerdekaan. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa persatuan adalah sesuatu yang teramat penting bagi setiap komunitas apapun. Bagi Bangsa Indonesia persatuan telah menjadi suatu senjata yang ampuh yang bahkan dapat mengusir para imperialism barat dan Asia dengan senjata yang jauh lebih maju dibandingkan dengan dengan hanya sepotong bambu runcing.

    Dalam Mazmur 133 persatuan digambarkan sebagai suasana rukun persaudaraan. Dalam Susana persaudaraan itu tentu saja tidak lepas dari berbagai perbedaan, dan dari perbedaan itu melahirkan semacam dinamika keluarga akan tetapi dinamika itu tidak akan mempengaruhi hubungan antar manusia. Bila kita mendengar ataupun membaca serah perjuangan Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir dan lain-lain dalam memperjuangkan kemerdekaan, kenyataan mereka banyak kali berseberangan pendapat dalam berbagai masalah penting seperti dasar dan bentuk negara yang mereka persiapkan, akan tetapi dalam hal perjuangan kemerdekaan mereka tidak saling berkhianat sebaliknya mereka saling mendukung untuk hal yang secara prinsip menguntungkan perjuangan, ibarat saudara bersaudara dalam sebuah keluarga.

    Intinya mereka bersatu, bersatu dalam perbedaan, Bhinneka Tuggal Ika. Tuhan menciptakan manusia berbeda tetapi sekaligus memberi karunia untuk bersatu. Persatuan pemberian Tuhan itu seperti minyak. Bukan air. Sebab air kalau masih dalam wada yang sama air masih satu, namun bila ditumpahkan akan terpercik kemana-mana. Melainkan minyak, sebab minyak akan tetap menyatu walaupun sudah ditumpahkan. Di dalam wadah minyak itu menyatu, bergitu juga sesudah ditumpahkan. Dalam keadaan baik dan tidak baik persatuan persaudaraan akan tetap utuh teguh.

    Persatuan itu adalah pemberian Tuhan. Dalam Mazmur 133 disebut dari Sion asalnya, Sion adalah simbol tahta Allah di bumi. Di dalam persaudaraan yang rukun, kesanalah Tuhan  memerintahkan berkat itu mengalir. Kemedekaan boleh tercapai oleh karena ada perjuangan secara bersama-sama, bukan secara kedaerahan di mana yang satu berjuang yang lain mencederai perjuangan, tetapi perjuangan secara bersama seluruh rakyat, yang satu daerah berjuang, yang lain ikut mendukung. Dimana ada persatuan di situ ada kekuatan, sebab kesanalah berkat Tuhan mengalir.

    Persatuan selalu menjadi hal yang sangat penting dan menentukan baik dalam kehidupan berbangsa, juga dalam kehidupan keluarga dan jemaat. Di masa normal maupun dalam keadaan sulit seperti sekarang ini. Bila dulu dengan persatuan bangsa kita berhasil mengusir para penjajah, maka sekarang ini setiap orang di seluruh dunia harus bersatu bahu membahu untuk mengalahkan virus korona. Sebab dibalik persatuan ada kekuatan tetapi tanpa persatuan yang ada hanya kehancuran, seperti bunyi semboyan perjungan kemerdekaan Indonesia: “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh..!” Bagi Yesus sendiri, persatuan adalah kekuatan besar: Ia berkata, “setiap kerajaan yang terpecah belah pasti binasa dan setiap kota atau rumah tangga yang terpecah belah tidak akan dapat bertahan.” (Matius 12:25), kemudian dalam Injil Yohanes Ia kembali menegaskan pentingnya persatuan itu, Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku, untuk para pegikutnya Iapun berdoa,  “supaya mereka semua menjadi satu.”
Pertanyaan sekarang adalah, apakah dalam segala hal setiap orang harus bersatu? 

    Persatuan  atau kerukunan yang dimaksud dalam Mazmur ini adalah persatuan ilahi, persatuan ilahi pasti bertujuan yang baik sebab berasal dari Allah yang baik dan  sebab mengandung nilai-nilai luhur.  Ada persatuan yang tidak baik yaitu yang berasal dari iblis, yang meruntuhkan. Seperti persatuan yang dibangun oleh Adam dan Hawa, atau persatuan yang dibangun oleh Ananias dan safira. Adam dan Hawa sepakat untuk makan buah terlarang, membuat manusia jatuh dalam kehancuran. Sementara Ananias dan Safira bersatu mendustai Roh Allah dengan menyembunyikan sebagian hasil penjualan miliknya yang biasanya diatur oleh para Rasul.  Ketika Yesus disalibkan orang Yahudi satu kata, “Salibkan Yesus, lepaskan Barabas!!”

    Dalam masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, ada juga persatuan untuk mematahkan perjuangan kemerdekaan dan hal itu terjadi selama 300 tahun, suatu masa yang sangat lama sebab terjadi dalam beberapa angkatan. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, kita dengar ada istilah korupsi berjamaah. 

    Di masa sekarang ini di tengah perjuangan melawan virus korona (Covid 19), ada saja yang secara paksa mengambil jenazah keluarganya yang terpapar virus korona.  Ini menjadi sebuah persoalan yang berbeda dan dalam menyikapinya penting untuk ditempatkan pada persoalan yang tepat. Penting kita ingat bahwa setiap orang tentu amat mengasihi keluarga mereka, itu juga merupakan pesan Tuhan Yesus yang paling utama agar kita mengasihinya dan mempedulikan sesama kita dan tentu di mulai dari dalam keluarga. Virus Korona membawa kita pada satu persoalan dilematis dimana pada satu sisi tentu kita tidak ingin menelantarkan keluarga walaupun sudah menjadi “tubuh tak bernyawa”. Hal ini penting buat kita sehingga kita tidak lalu menjadi hakim bagi mereka yang melakukan hal yang secara umum dianggap sebagai tindakan “aneh” ini.  Namun pada sisi yang lain, jauh lebih  penting untuk menyelamatkan tubuh yang masih bernyawa yaitu keluarga yang masih hidup dengan menjaga mereka dari kontaminasi virus ini. Karena itu yang dibutuhkan saat ini adalah sikap bijak dan kesadaran diri dari setiap orang. Baik yang terpapapar supaya mau diisolasi maupun mengisolasi diri, keluarga agar mengekang perasaan dalam berinteraksi dengan keluarga yang telah tertular dan yang meninggal akibat virus ini, begitu pula “tim penilai” supaya menahan diri dalam menilai setiap kejadian terkait virus korona ini.

Hal lain yang sering menjadi sorotan umum adalah melakukan rekreasi dengan mengabaikan protap kesehatan. Melakukan rekreasi sebenarnya tidak masalah, melakukan rekreasi, beribadah bersama di tempat ibadah, bekerja di tempat kerja adalah hal yang perlu dan masih harus kita tetap kerjakan sebab kalau tidak virus korona bisa berdampak pada perekonomian, yang penting dalam semua aktivitas di luar rumah agar siapapun tetap mematuhi ketentuan (peraturan) yang sudah digariskan oleh pemerintah: bila tidak penting keluar rumah ya tetap di rumah saja dan selalu cuci tangan, bila harus keluar rumah: rekreasi, beribadah, bekerja dan lain-lain ya pakai masker, jaga jarak sosial, dan rajin cuci tangan. Semuanya harus saling menjaga, jaga diri, keluarga dan orang lain.

Yang masalah adalah ada saja menggunakan kesempatan untuk kepentingan pribadi maupun juga kelompoknya (sungguh terlalu),  padahal yang harus dibangun oleh setiap orang terutama saat ini adalah rasa solidaritas dan kepedulian antar sesama, itulah persaudaraan yang rukun, persatuan semacam itulah yang kita butuhkan sekarang ini, persatuan yang dilandasi kesetiakawanan dan kepedulian sosial.

Tujuhpuluh lima tahun yang lalu, dengan persatuan rakyat bersenjatakan bambu runcing para pejuang kita telah berhasil mengusir penjajah yang bersenjata jauh lebih canggih, maka sekarang dengan persatuan seluruh dunia dengan senjata solidaritas dan bila Tuhan berkenan kita pasti dapat melawan virus korona dan melewati masa sulit ini. Soli Deo Glory, Amin...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biodata dan kesaksian KAM Yusuf Roni

renungan kristen